Islam adalah
agama yang sangat menentang persengketaan, permusuhan, perkelahian. Sebaliknya
pula Islam adalah agama yang menjunjung tinggi perdamaian dan persaudaraan.
Karena begitu pentingnya hidup rukun sampai-sampai Rasulullah bersabda :
"Tidaklah halal bagi seorang muslim untuk meninggalkan saudaranya lebih
dari tiga malam. Keduanya juga saling bertemu, tetapi mereka tidak saling
mengacuhkan satu sama lain. Yang paling baik diantara keduanya yang
terlebih dahulu memberi salam." (HR.
Muslim).
Tujuh abad yang lalu seorang penyair sufi dari Balakh, Jalaludin Rumi, suatu
ketika pernah berucap "tanpa cinta dunia akan membeku". Ungkapan ini
kita rasakan sepanjang masa akan kebenarannya, terutama disaat gelompang
matrealisme ateistik mendominasi dalam setiap gerak langkah manusia, dimana
imbas dari pada itu semua kebrutalan saling benci- membenci seakan menjadi
santapan hari-hari.
Benci
(al-karahah) adalah lawan dari emosi cinta (al-mahabbah), ia merupakan gambaran
tentang perasaan menganggap tidak baik, perasaan tidak menerima atau perasaan
ketidaksukaan serta merasa jijik. Juga perasaan ingin menjauhi obyek-obyek yang
menimbulkan perasaan ini baik itu berupa orang, keadaan, perbuatan. Kedua hal
tersebut (cinta dan benci) merupakan fitrah emosional yang telah dianugrahkan
Allah SWT pada seluruh manusia. Bagi seorang muslim cinta dan benci haruslah
berdasarkan proporsional syari'at. Karena bisa jadi sesuatu yang kita benci
sebetulnya baik bagi kita. atau sebaliknya sesuatu yang kita cintai justru sangat
buruk bagi kita. Jika halnya menjadi demikian, betapa banyaknya orang yang akan
menjadi korban akibat
dari tidak bisa menempatkan arti cinta
dan benci ini.
Allah SWT
berfirman : "Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia sangat baik
bagimu, dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu, padahal ia sangat buruk
bagimu. Allah Mengetahui, sedang kamu tidak
mengetahui." (QS. Al Baqarah : 216).
Muslim dan mukmin adalah dua kata selalu dikaitkan dengan kata Ahsin (berbuat
baiklah)dan ahbib (cintailah), sesungguhnya kata-kata itu mengandung makna yang
sangat dalam, kata mukmin berasal dari kata amnun (aman/tidak kacau). Mukmin
adalah yang mampu menjaga atau menghadirkan rasa aman. Oleh karena itu apabila
seseorang ingin menjadi mukmin, hendaklah memulainya dengan berbuat ihsan
(kebaikan) kepada siapa saja, tetangganya, lingkungannya dan lain
sebagainya bahkan sampai kepada lawan
politiknya.
Adapun akar
kata muslim adalah salamun, yang dari akar kata ini melahirkan kata Islam yang
mempunyai makna damai sentosa. Muslim berarti yang mampu menghadirkan kedamaian
sentosa. Dalam termenologi moral Islam, bila seorang muslim bisa menghargai
orang lain, menghargai hak milik orang lain, maka kedamaian akan dapat
terwujud. Namun, hal tersebut akan muncul bila ia terus berpegang kepada kelima
rukun Islam. Tanpa memegang teguh lima perinsip dasar Islam tersebut, mustahil
kedamaian akan terwujud dilingkungan dimana
ia tinggal.
Asy Syaikh
al-Allamah Al Imam Muhammad Hayat As Sindi berkata, "Janganlah kalian
melakukan apa yang menyebabkan saling membenci, karena hal itu akan menyebabkan
kerusakan di dunia dan di akhirat."
Al imam Al Hafizh Rajab Al Hambali pun pernah berujar tentang hal ini. Ia
berkata "Sesama muslim dilarang saling membenci dalam hal selain karena
Allah, apalagi atas dasar nafsu, karena sesama muslim telah dijadikan Allah
bersaudara dan persaudaraan itu saling cinta bukan
saling membenci."
Perasaan benci
ibarat api dalam sekam, sewaktu-waktu ia akan bisa membakar, bila seorang
pemimpin sudah tidak lagi menyayangi orang yang dipimpinnya berarti ia sudah
menyimpan api dalam dirinya. Apabila suami sudah membenci sang istri, tetangga
telah saling benci antara sesama tetangganya, pemimpin sudah tidak menyenangi
hak milik rakyatnya, maka tiada lain mereka telah menyimpan api didalam
dirinya. Kondisi seperti ini tentulah sangat berbahaya dalam tatanan
hidup bermasyarakat.
Ia (kebencian) akan dapat merusak moral dan norma-norma. Ekspresi sebuah
kebencian tidak lain adalah sikap hasud yang dilarang Islam. Hasad adalah iri
dan bersifat dengki terhadap orang atau kelompok lain, bahkan sebisa mungkin
untuk menghilangkan atau menjatuhkan semua kepemilikan yang menjadi lawannya
tersebut. Dari sinilah hasad berubah menjadi hasutan, bagaimana merekayasa isu
atau gosip tanpa fakta untuk meyakinkan orang lain, agar saling membenci atau
menganiaya
orang lain atau kelempok tertentu.
Rasa benci yang kemudian melahirkan
permusuhan diantara umat manusia itu akan terus menumbuhkan kebencian-kebencian
yang baru. Para antropolog sering berguyon bahwa untuk mendamaikan manusia
dibumi ini perlu mendatangkan makhluk dari plenet lain hingga akhirnya mereka
bersatu untuk melawannya.
Keimanan mempersempit wilayah kebencian
dan mencairkan permusuhan di hati orang mukmin. Seseorang tidak perlu membenci
saudara seimannya hanya karena perbedaan suku bangsa, warna kulit, strata
sosial, jabatan apalagi kepentingan pribadi. Kalaupun kita harus membenci, itu
hanya bisa dilakukan karena Allah.
Rasulullah SAW bersabda :
"Sekuat-kuatnya ikatan iman adalah persaudaraan karena Allah, cinta karena
Allah, dan membenci karena Allah." (HR. Thabrani dari Ibnu Abbas).
Al-Qur'an memuji orang-orang mukmin yang
datang setelah kaum Anshar dan Muhajirin karena mereka berdo'a kepada Allah
agar Allah menghapus dosa-dosa orang-orang mukmin yang telah mendahului mereka,
dan agar tidak menjadikan kebencian serta kedengkian dalam hati mereka terhadap
orang-orang yang beriman.
"Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar) mereka
berdoa : Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah
beriman lebih dahulu dari kami. Dan janganlah engkau membiarkan kedengkian
dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya
Engkau Maha Penyantun
lagi Maha Penyayang." (QS. Al Hasyr
: 10).
Oleh karena
itu persaudaraan yang hakiki adalah merupakan nikmat terbesar dalam penataan
hubungan sesama muslim, hanyalah memungkinkan terjadi manakala ia terdapat
ta'lif al-qalb (pertautan hati, perasaan dan pikiran) antara satu dengan yang
lainnya. Sebaliknya, adalah mustahil persaudaraan itu terkait erat, manakala
hati, perasaan dan pikiran saling bertentangan. Hati yang menyatu, akan
menyikapi perbedaan dengan husnuzhzhan (berbaik sangka) dan tasamuh
(toleransi) .
Rasulullah SAW bersabda : "Manusia
akan tetap berada di dalam kebaikan selama dia tidak mempunyai rasa
benci." (HR. Thabrani).
Dan dalam
sebuah sabdanya, Rasulullah mengingatkan bahwa kedengkian dan kebencian
merupakan salah satu penyakit umat yang sangat berbahaya, dan sangat
mempengaruhi agamanya, sebagaimana sabda Nabi SAW : "Penyakit umat
terdahulu telah merambah kepadamu semua, yaitu: kebencian dan kedengkian.
Kebencian itu adalah pencukur. Aku tidak berkata pencukur rambut, tetapi
pencukur agama."
(HR. Bazzar dari Zubair). Wallahu A'lam.